• seri Keluarga
❤ Penisbatan ❤
Seseorang yang baru berteman denganku di dumay bertanya, "Mbak, apakah Suratman itu nama suami Mbak? Gak boleh lho, Mbak. Bla..bla..bla."
Teplak!
"Bukan."
Lha? Suamiku kan babeh Beib Andy Prijanto.
Sasa Suratman itu nama akun fb-ku. Namaku di akta kelahiran adalah W.... N....... (binti) Suratman. W.... (anugerah dari Allah), N....... (cahaya kedamaian). Orangtuaku memberi nama tersebut sebagai wujud rasa syukur kepada Allah sekaligus doa, agar anugerah dari Allah (berupa anak) membawa cahaya kedamaian (putri shalihah) dalam keluarga, dan selamat di dunia-akhirat. Walaupun sekedar nama akun, Sasa (dari kata Santi), tapi penisbatan namaku tetap pada nama ayah kandungku, Suratman.
Apa sih arti pentingnya penisbatan?
Hak seorang anak atas orang tuanya, di antaranya adalah mendapatkan nama yang baik, pendidikan yang baik, ibu yang baik. Alhamdulillah, orangtuaku telah menunaikan kewajibannya, salah satunya adalah memberiku nama yang indah, memiliki makna dan berisi doa kebaikan.
Di dalam Islam, nama laki-laki di belakang nama seseorang, itu berarti keturunan, atau anak dari laki-laki tersebut. Itulah yang disebut sebagai penisbatan. Penisbatan ini merupakan bentuk penghormatan terhadap ayah kandungnya (ayah yang menikah sah dengan ibunya, lalu dari pernikakan tersebut menghasilkan keturunan/anak).
Perkecualian, bagi anak hasil zina (dengan 'ayah biologis' yang tidak menikah dengan ibunya), maka ia dinisbatkan kepada ibunya.
Seorang istri dilarang menambahkan nama suaminya, atau nama keluarga suaminya di belakang namanya. Perbuatan ini merupakan pengingkaran seorang anak perempuan kepada keluarganya.
Penisbatan kepada ayah kandungnya ini diatur dalam lslam, karena berkaitan dengan hukum pernikahan (ayah kandungnya yang berhak menjadi wali nikahnya), hukum waris, hukum mahram, hukum nafkah, dan lain-lain konsep hidup ideal dalam lslam, sehingga penisbatannya kepada suaminya akan merusak aturan hukum lslam.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Barangsiapa yang mengaku sebagai anak kepada selain bapaknya, atau menisbatkan dirinya kepada yang bukan walinya, maka baginya laknat Allah, malaikat, dan segenap manusia. Pada hari kiamat nanti, Allah tidak akan menerima darinya ibadah yang wajib maupun yang sunnah."
(Hadits Riwayat Muslim dalam al-Hajj no.3327, dan at-Tirmidzi).
"Barangsiapa bernasab kepada selain ayahnya, dan ia mengetahui bahwa ia bukan ayahnya, maka surga haram baginya."
(Hadits Riwayat al-Bukhari dalam al-Maghazi, Bab : Ghazwatuth-Tha'if no.3982)
"Sesungguhnya kami selalu memanggil Zaid, budak yang dimerdekakan Rasulullah dengan panggilan Zaid bin Muhammad, sampai turunlah ayat "Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan nama bapak-bapak mereka. Hal itu lebih adil di sisi Allah," (Al-Quran Surah al-Ahzab : 5). Nabi pun berkata, "Kamu adalah Zaid bin Haritsah bin Syarahil."
(Hadits Riwayat al-Bukhari dari lbnu 'Umair radhiyallahu 'anhuma).
"Tidaklah seseorang mendakwakan kepada selain ayahnya sedangkan ia mengetahuinya, kecuali ia telah kafir; barangsiapa yang mendakwakan kepada suatu kaum sedangkan ia tidak memiliki nasab dari mereka, maka hendaklah ia memesan tempatnya dalam neraka."
(Hadits Riwayat al-Bukhari no.3508)
"Barangsiapa yang menisbatkan dirinya kepada selain ayahnya, maka baginya laknat Allah, para malaikat, dan manusia seluruhnya."
(Hadits Riwayat Ibnu Majah no. 2599, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami' no.6104).
Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan bahwa dalam memahami sebuah hadits, seseorang harus mengetahui illatnya. Beliau memberi penjelasan, bahwa yang dimaksud oleh Hadits Riwayat Muslim, at-Tirmidzi, dan al-Bukhari di atas, ditujukan kepada orang yang mengakui orang lain sebagai ayahnya (menasabkan dirinya dengan orang yang bukan ayah kandungnya). Hal ini dilarang karena seolah-olah ia mengatakan bahwa Allah menciptakannya dari air maninya si fulan (yang bukan ayah kandungnya), hal ini berarti ia telah berdusta atas nama Allah.
Menurut Ibnu Hajar, masih ada orang yang dipanggil dengan nama bapak angkatnya, seperti Miqdad bin Al-Aswad padahal nama ayah kandungnya adalah Amr bin Tsa'labah. Menurut beliau, hal ini diperbolehkan selama bukan untuk tujuan Li Nasab tapi sekedar untuk Li Ta'rif (yaitu untuk lebih mengetahui secara khusus tentang siapakah pemilik nama yang dimaksud tersebut, mengingat ada beberapa nama yang sama).
Wallahu a'lam.
Aku? Tak ada hal khusus dan istimewa hingga harus menisbatkan namaku pada selain ayah kandungku. Yaa, karena beliau sangat istimewa untukku, anak kandung tercintanya, dan terutama karena inilah petunjuk-Nya, bahwa anak dinisbatkan kepada ayah kandungnya. Adakah yang lebih baik dan adil selain petunjuk-Nya?
with love,
💕 Sasa Suratman 💕
2017
Foto:
Me & Pap, Bapak Suratman.
Komentar
Posting Komentar